Bisakah kalian bercerita tentang
bagaimana hujan membasahi bumi? Bagaimana partikel-partikel air menumpuk pada
gumpalan awan yang kemudian kita sebut dengan mendung? Bagaimana proses
fotosintesis yang membutuhkan karbon dioksida untuk menghasilkan oksigen?
Bagaimana proses penyempurnaan suatu larutan untuk mendapatkan larutan murni?
Setelah menduduki bangku kuliah, aku
menyadari bahwa semua hal di dunia ini harus melalui sebuah proses dan tidak
semua proses terasa mudah. Melalui proses fotosintesis, tanaman menyerap air,
garam, mineral, karbon dioksida dan pupuk sebagai katalis. Setelah itu tanaman ‘memasak’ bahan-bahan tersebut di daun
yang mengandung klorofil lalu dengan bantuan cahaya matahari, bergantilah
karbon dioksida menjadi oksigen. Itulah mengapa kita selalu merasa sejuk jika
berada di bawah pohon. Selain teduh, pepohonan juga memberikan oksigen pada
kita.
Seperti itulah proses hidup.
Panjang, penuh lika-liku, dan harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi.
Sebagaimana jantung yang tidak pernah lelah berdetak. Semangat yang kita
milikipun tidak boleh berhenti berkobar karena jika semangat itu sudah hilang,
untuk apalagi kita hidup?
Saat ini aku sedang berada di
dalam kamar dan menatap ke arah jendela. Tampaklah gumpalan-gumpalan awan putih
bergelayut manja di langit. Terlihat indah, bukan? Apakah kamu pernah merasa
sedamai ini saat melihat awan? Apakah ketika kamu melihat langit, kamu akan
teringat padaku? Pada semua kenangan yang pernah kita miliki?
Aku menerawang jauh dan mengulang
kembali pertemuanku denganmu.
***
Tujuh tahun yang lalu.....
Aku
berjalan sambil menunduk menandakan ketidaknyamananku pada lingkungan yang baru.
Ya. Tidak terasa sekarang aku sudah menginjakkan kaki ke sekolah baruku, sebuah
sekolah swasta yang terkenal di kotaku. Setelah melalui Masa Orientasi Siswa
(MOS) yang sangat melelahkan selama tiga hari, akhirnya aku resmi menjadi siswi
berseragam putih abu-abu. Aku menari-nari girang saat mematut diri di depan
cermin dengan seragam sekolah baruku.
Tidak banyak hal yang bisa
kuceritakan, namun ada seseorang yang sejak awal menarik perhatianku. Dia tidak
terlihat istimewa. Hanya seorang siswa dengan perawakan tinggi, besar,
berkacamata, bersuara rendah, dan memiliki senyum yang juga terlihat biasa. Aku
sendiri tidak bisa menjabarkan apa yang membuatku merasa tertarik padanya. Yang
kutau, aku selalu ingin menatapnya. Orang itu adalah kamu, Radit.
Masihkah kamu mengingat pertemuan
pertama kita sebagaimana aku yang tidak pernah melupakan wajahmu kala itu?
Aku tidak pernah melupakan nama
itu. Muhammad Raditya Pascal. Itulah yang kamu sebutkan saat perkenalan pertama
di kelas kita. Beberapa orang memanggilmu Pascal tetapi aku lebih suka
memanggilmu Radit. Jangan tanyakan mengapa karena aku sendiri tidak tahu.
Tahukah kamu apa kesan pertamaku
saat melihatmu?
Takut. Ya. Mungkin kamu akan
tertawa mendengarnya tapi aku memang terlihat takut karena badanmu yang tinggi
menjulang, besar, dan wajahmu termasuk menyeramkan kala itu. Sekarang aku
sedang tersenyum mengingat betapa jahatnya aku menganggapmu menyeramkan.
Mungkinkah kamu akan membaca ini dan juga tersenyum seperti aku?
Lalu mulailah hari-hari sekolah
aku lalui bersama kelas baruku, bersamamu.
Pada awalnya, aku tidak mengerti
kenapa semua orang terlihat dekat denganmu mengingat wajahmu yang terlihat
galak. Kita tidak pernah berbicara walaupun sekelas kan? Namun, setelah
beberapa bulan saling mengenal, akhirnya aku mengerti mengapa mereka begitu dekat
denganmu karena akupun merasakan hal yang sama saat aku bersamamu. Perlahan
namun pasti, aku menyadari aku mulai menyayangimu, lebih dari seorang teman.
Tapi kamu jangan khawatir. Aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya akan duduk
diam memperhatikanmu dari kejauhan karena sesungguhnya mencintai dalam diam adalah
hal yang menyenangkan bagiku.
Tapi Tuhan berkata lain.
Aku sudah berusaha keras untuk
tidak ‘terlihat’ dimatamu karena aku tau, setiap kali aku berbicara denganmu,
melihat wajahmu, dan mendengar suara tawamu, hal yang paling aku inginkan
adalah memilikimu dan aku tidak bisa melakukannya. Namun, kamu terkesan seolah
sedang mendekat padaku. Bagaimana bisa aku mencintaimu dalam diam ketika kamu
terus saja berada di sekitarku?
Setelah melalui proses yang
panjang dan melelahkan, kita akhirnya bersama, kan? Taukah kamu betapa
bersyukurnya aku bisa bersamamu? Setelah berbulan-bulan aku menatapmu dalam
keheningan, aku akhirnya bisa benar-benar bertatapan dengan kedua bola matamu
dan mendapati ada cinta di sana.
Radit, ingatkah kamu ada seorang
temanmu yang tidak menyukai kebersamaan kita? Rasanya, kebersamaan kita terlalu
banyak rintangan, namun itulah alasan mengapa aku tidak bisa melepasmu. Aku dan
kamu sudah terlalu banyak berjuang dan rasanya menyakitkan ketika akhirnya kamu
menyerah pada orang yang sebenarnya tidak pantas mengurus urusanmu.
Aku ingat saat aku jatuh pingsan
di sekolah dan kamu ada disana menemaniku. Aku bahkan masih mengingat wajahmu
yang di balut dengan kekhawatiran. Jangan khawatir. Jangan bersedih. Aku tidak
bisa melihat binar di matamu meredup, terlebih karena aku. Tidak perlu terlalu
melindungiku, Radit. Aku bisa menjaga diriku.
Ingatkah saat kamu selalu saja
terlihat jahil dan menyebalkan di saat kita mengobrol ? Aku ingin sekali
menggilasmu saat itu. Tapi di saat yang sama, kamu juga satu-satunya orang yang
bisa membuatku tertawa. Kamu selayaknya pelangi yang mewarnai hidupku dengan
warna-warni yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Singkat kata, aku sangat
bahagia bersamamu.
Namun, lagi-lagi Tuhan berkata
lain. Setahun setelah awal perjumpaan kita, di saat aku dan kamu sudah
benar-benar saling menyayangi, saling memahami, dan mencoba untuk saling
menerima satu sama lain, Tuhan memisahkan kita.
Menurutmu apa yang aku rasakan?
Sedih? Marah? Benci? Kecewa? Frustasi?
Aku bahkan tidak tau apa yang saat
itu aku rasakan. Yang kutau, aku menangis bersamamu. Semua terasa tidak nyata.
Lalu untuk apa selama ini kita bertahan? Untuk apa selama ini kita bersama jika
akhirnya semua harus di akhiri? Untuk apa aku bertahan ketika semua orang
berusaha menjatuhkan aku? Berusaha menjauhkan aku darimu? Terkadang, aku tidak
mengerti rencana Tuhan.
Namun, kita harus tetap berpisah.
Aku ingat terakhir kali aku melihat bola matamu, ada air mata ketidakrelaan di
sana. Akupun tidak rela dan tidak akan pernah rela melepaskanmu, namun Tuhan
tidak mengizinkan kita untuk bersama, setidaknya untuk saat ini. Biarlah Tuhan
yang nantinya menyatukan kita lagi. Biarlah Tuhan yang tau betapa kerasnya kita
berusaha untuk kembali bersama.
Ingatlah bahwa aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu
sudah memiliki tempat tersendiri dihatiku. Bagaimana bisa aku melupakanmu
ketika seluruh dunia terus saja membuatku mengingat semua hal tentang dirimu?
Bagaimana bisa aku melupakanmu ketika langit dan bumi selalu membisikkan namamu
di hatiku? Bagaimana bisa aku melupakanmu jika setiap kali aku memejamkan mata,
wajahmu selalu ada di sana? Aku tau, semua ini takkan mudah.
Terimakasih untuk waktu yang kamu
berikan untukku, Radit. Rasanya, terlalu muluk jika aku meminta lebih dari ini.
Tuhan sudah begitu baik mengenalkan aku pada orang yang sangat luarbiasa
sepertimu. Aku tidak menyesal. Jika memang Tuhan ingin menakdirkan kita untuk
bertemu di kehidupan yang lain dengan cara yang sama, aku akan tetap
menerimanya karena aku hidup untuk mengenalmu. Aku hidup untuk bersamamu.
Ingatlah selalu janjiku ini.
Tidak ada perjalanan yang mudah.
Semua membutuhkan proses yang panjang dan terkadang menyakitkan. Seperti kita. Aku
tau, kamu menghilang untuk menghapuskan rasa sakit yang melingkupi kita berdua.
Aku memahamimu namun diriku lah yang tidak bisa kupahami. Aku tau kamu
menghilang agar kamu bisa menjadikan
dirimu pantas untuk bersamaku, begitupun aku. Aku tau kamu tidak ingin bertemu
denganku sebelum akhirnya kita benar-benar yakin bahwa kita bisa bersama.
Namun taukah kamu sakitnya di
abaikan? Taukah kamu sakitnya diingatkan pada kenangan indah yang kamu tau
tidak akan terulang lagi? Taukah kamu sakitnya berharap pada seseorang yang
jelas-jelas tidak ingin berdekatan denganmu ? Mungkin inilah proses yang harus
kujalani. Inilah proses menyakitkan yang harus kulalui. Aku akan menunggumu
tidak perduli bersama siapa kamu sekarang, aku akan tetap disini, di balik
rinai hujan menunggumu membawakan secercah cahaya.
Di sinilah aku.
***
Drrrssssss.....................
Aku tersentak dan kembali ke masa
sekarang, masa dimana aku sudah berada pada semester akhir pendidikanku. Suara
hujan dan petir yang muncul berbarengan membuatku terkejut, kutatap kaca
jendela yang kini penuh dengan butiran-butiran bening yang berlomba untuk
berjatuhan ke bumi. Aku tersenyum. Aku teringat masa di mana kita pernah
bermain sepeda di dalam lingkaran hujan. Aku tertawa. Kamu tertawa. Seolah-olah
tidak ada lagi orang lain dalam dunia kita.
Tok ! Tok ! Tok !
Aku mendengar seseorang mengetuk
jendela kamarku. Dengan bingung aku menghampiri jendela dan ada secarik kertas
tertempel disana. Kertas yang sudah dilapisi dengan plastik sehingga derasnya
hujan tidak mempengaruhi tulisan yang ada di sana.
Mau main hujan lagi ?
Kalimat
singkat itu mampu membuatku terasa seperti tersengat ribuan volt. Siapa? Aku bergumam dalam hati dan
seolah menjawab pertanyaanku, seseorang perlahan muncul dengan membawa sebuah
sepeda. Kamu.
Aku menyentuh kaca jendela dan airmataku
perlahan menetes. Kamu masih orang yang sama. Kamu masih memiliki senyum yang
sama walaupun kamu telah menghilang selama enam tahun lamanya. Kamu masih
memiliki raut wajah yang sama walau kamu telah meninggalkan aku tanpa
penjelasan selama enam tahun. Aku masih merasakannya, Radit. Kamu tidak pernah
berubah.
Aku langsung berlari ke luar dan
membukakan pintu untukmu. Saat aku membuka pintu, kamu sudah berdiri tegak di
sana dengan ketulusan yang terlihat jelas di matamu, dengan tatapan yang dulu
sangat kukenali. Kamu tersenyum lebar padaku dan bisa kurasakan airmatamu
tengah mengalir sebagaimana airmataku yang sejak tadi sudah mengalir tanpa
ampun.
“Aku merindukanmu. Terimakasih
telah menunggu. Maafkan aku,” bisikmu sambil memelukku.
Aku hanya bisa menangis di dalam
pelukanmu. Tuhan telah menyatukan kita, lagi. Aku tau. Aku bisa merasakannya.
Tuhan ingin kita bersama. Terimakasih Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar