Shirkuh dan Shalahuddin Menguasai Mesir
Pasukan Amalric
kemudian menyeberangi Sungai Nil untuk menghadapi pasukan Shirkuh. Saat
Amalric dan pasukannya mulai menyeberang, Shirkuh membawa pasukannya
dengan cepat ke Selatan, menyusuri Sungai Nil. Amalric dan pasukannya
segera mengejar mereka. Setelah berada cukup jauh dari Kairo, Shirkuh
menghentikan pasukannya dan mengatur
strategi untuk berperang melawan pasukan musuh. Kedua pasukan kemudian
berhadapan-hadapan, pasukan Shirkuh di Selatan dan pasukan lawan di
Utara.
Shirkuh
membagi pasukannya menjadi tiga bagian: satu di bagian tengah dan dua di
sayap kiri dan kanan. Bagian tengah pasukan dipimpin oleh Shalahuddin.
Ketika pertempuran dimulai, Shalahuddin dan pasukan di bagian tengah
berpura-pura terdesak dan melarikan diri ke Selatan. Pasukan musuh
mengejar mereka dengan penuh semangat. Namun tanpa mereka sadari,
pasukan Shirkuh yang berada di sayap kiri dan kanan bergerak memutari
mereka dan tiba-tiba sudah berada di bagian utara.
Dengan
memancing musuh jauh ke Selatan Kairo, Shirkuh hendak menjauhkan musuh
dari basis kekuatan mereka di Kairo. Kini, dengan memutari musuh dan
memosisikan diri di sebelah Utara musuh, Shirkuh membuat mereka sulit
untuk melarikan diri ke Kairo.
Pada pertempuran itu,
pasukan Shirkuh dapat mengalahkan pasukan musuh. Banyak tentara Kristen
Yerusalem yang terbunuh dalam pertempuran itu. Walaupun begitu, Amalric
dan beberapa tentaranya dapat meloloskan diri dan kembali ke Kairo.
Mereka segera mempersiapkan pasukan yang baru untuk mengejar pasukan
Shirkuh di selatan. Tapi sebelum mereka sempat berangkat, mereka
mendapat kabar yang mengejutkan: Shirkuh dan pasukannya telah berada di
ujung Utara Mesir dan telah menaklukkan kota Aleksandria di tepi Laut
Tengah.
Mereka tidak menyangka Shirkuh dapat menggerakkan
pasukannya secepat itu ke Utara. Kini mereka terpaksa mengikuti rentak
yang dimainkan oleh Shirkuh. Pasukan Yerusalem dan Mesir kini bergerak
ke Utara dan mengepung kota Aleksandria dari darat dan dari laut.
Shirkuh dan pasukannya bertahan di kota itu selama sebulan. Lama
kelamaan Shirkuh dan pasukannya mulai mengalami kesulitan. Bahan pangan
semakin menipis. Mereka terkepung dan terputus hubungan dari Suriah.
Jika terus dalam posisi seperti itu, mereka tentu akan kalah.
Nuruddin
Zanki mengetahui keadaan genting sedang dihadapi oleh Shirkuh dan
pasukannya di Aleksandria, tetapi ia tak bisa mengirimkan pasukan
bantuan ke Mesir karena lokasi yang terlalu jauh. Namun Nuruddin
melakukan sesuatu yang sangat mengganggu perhatian Amalric. Ia
mengerahkan pasukannya menyerang daerah sekitar Yerusalem. Sementara
itu, pada saat yang sama Shirkuh menugaskan Shalahuddin untuk memimpin
pasukan utama bertahan di Aleksandria. Ia sendiri menerobos kepungan
musuh bersama beberapa ratus tentaranya. Mereka bergerak ke daerah
sekitar Kairo, membujuk para petani di sekitar kota itu untuk melakukan
perlawanan terhadap rezim Shawar yang telah menimbulkan banyak kesusahan
bagi mereka.
Dengan strategi tersebut, posisi pasukan
Shirkuh yang tadinya dalam keadaan terdesak di satu front kini
berkembang menjadi tiga front pertempuran: Alexandria, Yerusalem, dan
Kairo. Pertempuran yang diharapkan akan berakhir singkat oleh pihak
Amalric dan Shawar kini berubah menjadi pertempuran yang mungkin akan
berlangsung lama. Shirkuh mengirimkan surat dan memberi pesan yang jelas
kepada Amalric: pertempuran itu hanya memberikan keuntungan bagi Shawar
dan tidak memberi keuntungan bagi mereka berdua. Amalric yang
berkali-kali dibuat pening oleh rentak strategi Shirkuh yang sangat
sukar ditebak terpaksa menyetujui usulan yang diberikan oleh Shirkuh.
Kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan kembali ke negeri
mereka masing-masing.
Pada pertempuran babak kedua ini,
Shirkuh masih belum berhasil dalam misinya. Pertempuran itu, terutama
pengepungan di Aleksandria, juga menyebabkan Shalahuddin merasa trauma.
Pengaruh Yerusalem di Mesir menjadi semakin kuat. Upeti yang harus
dibayarkan oleh Mesir kepada Yerusalem semakin besar setelah peristiwa
itu. Bagaimanapun, Nuruddin Zanki dan Shirkuh berhasil menarik simpati
masyarakat Mesir. Penduduk Mesir tidak menyukai kerja sama Mesir dengan
Yerusalem. Upeti yang harus dibayarkan oleh Mesir sangat membebani
mereka. Khalifah Fatimiyah yang masih berusia muda juga sangat tidak
menyukai kebijakan Shawar yang merugikan kerajaannya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar