Para Muslim Pelopor
Ali bin
Abi Thalib adalah anak pertama yang menerima Islam. Kemudian Zaid bin
Haritsah, bekas budak Nabi. Dengan demikian Islam masih terbatas hanya
dalam lingkungan keluarga Rasulullah: beliau sendiri, isterinya,
keponakannya dan bekas budaknya.
Pada waktu itu, Abu
Bakar bin Abi Quhafah dari kabilah Taim adalah teman akrab Rasulullah.
Abu Bakar senang sekali kepadanya, karena sudah diketahuinya Muhammad
sebagai orang yang bersih, jujur dan dapat dipercaya. Oleh
karena itu, Abu Bakar adalah orang dewasa pertama yang diajaknya
menyembah Allah Yang Esa dan meninggalkan penyembahan berhala.
Abu
Bakar kemudian mengajak Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah
bin Ubaidillah, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Zubair bin Awwam untuk
memeluk Islam. Kemudian menyusul pula Abu Ubaidah bin Jarrah, dan
banyak lagi yang lain dari penduduk Makkah. Mereka, Assabiqunal
Awwalun, (para Muslim pelopor) selanjutnya menerima ajaran-ajaran agama
Islam dari Rasulullah sendiri.
Mengetahui adanya
permusuhan yang begitu bengis dari pihak Quraisy terhadap segala
sesuatu yang melanggar paganisme, maka kaum Muslimin masih
sembunyi-sembunyi. Apabila akan melakukan shalat, mereka pergi ke
celah-celah gunung di Makkah. Keadaan ini berjalan selama tiga tahun,
sementara Islam kian meluas di kalangan penduduk Makkah. Wahyu yang
datang kepada Nabi Muhammad selama itu makin memperkuat keimanan kaum
Muslimin.
Sebenarnya, yang kian menambah pesatnya
perkembangan dakwah Islam adalah teladan baik yang diberikan Rasulullah.
Beliau adalah sosok yang penuh bakti dan kasih sayang, sangat rendah
hati dan tegas. Tutur katanya lemah-lembut dan selalu berlaku adil;
hak setiap orang masing-masing ditunaikan.
Saudagar-saudagar
dan kaum bangsawan Makkah yang sudah mengenal arti kesucian, menyadari
arti kebenaran, pengampunan dan rahmat; beriman kepada ajaran Muhammad
SAW. Semua kaum yang lemah, sengsara dan tidak berpunya, beriman
kepadanya. Ajaran Islam tersebar di Makkah, orang berbondong-bondong
memeluk agama ini, pria dan wanita.
Tiga tahun kemudian
sesudah kerasulannya, perintah Allah datang supaya beliau
mengumumkan ajaran yang masih disembunyikan itu, perintah Allah
supaya disampaikan. Ketika itu wahyu datang: "Dan berilah
peringatan kepada keluarga-keluargamu yang dekat. Limpahkanlah kasih
sayang kepada orang-orang beriman yang mengikuti kau. Kalaupun
mereka tidak mau juga mengikuti kau, katakanlah, 'Aku lepas tangan dari
segala perbuatan kamu." (QS Asy-Syuara'a: 214-216).
"Sampaikanlah apa yang sudah diperintahkan kepadamu, dan tidak usah kau hiraukan orang-orang musyrik itu." (QS Al-Hijr: 94).
Rasulullah
pun mengundang makan keluarga-keluarga itu ke rumahnya, dicobanya untuk
bicara dan mengajak mereka kepada Allah. Tetapi Abu Thalib, pamannya,
menghentikan pembicaraan itu. Ia mengajak orang-orang pergi meninggalkan
tempat. Keesokan harinya, Rasulullah mengundang mereka kembali.
Selesai makan, Rasulullah berkata kepada mereka, "Aku tidak melihat ada
seorang manusia di kalangan Arab ini dapat membawakan sesuatu ke
tengah-tengah mereka lebih baik dari yang kubawakan kepada kamu
sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik.
Tuhan telah menyuruh aku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu
ini yang mau mendukungku dalam hal ini?"
Mereka semua
menolak, dan sudah bersiap-siap akan meninggalkannya. Namun tiba-tiba
Ali—yang kala itu masik kanak-kanak—bangkit berdiri. "Wahai Rasulullah,
saya akan membantumu," katanya. "Saya adalah lawan siapa saja yang
kau tentang."
Bani Hasyim tersenyum, dan ada pula yang
tertawa terbahak-bahak. Mata mereka berpindah-pindah dari Abu Thalib
kepada anaknya. Kemudian mereka semua pergi meninggalkannya dengan
ejekan.
Setelah itu, Rasulullah mengalihkan seruannya dari
keluarga-keluarga yang dekat kepada seluruh penduduk Makkah. Suatu hari
beliau naik ke bukit Shafa dan berseru, "Hai masyarakat Quraisy."
Mereka lalu datang berduyun-duyun sambil bertanya-tanya, "Ada apa?"
"Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kuberitahukan bahwa pada permukaan bukit ini ada pasukan berkuda. Percayakah kamu?"
"Ya," jawab mereka. "Engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta."
"Aku
mengingatkan kamu sekalian, sebelum menghadapi siksa yang sungguh
berat," kata Rasulullah. "Wahai Bani Abdul Muthalib, Bani Abdi Manaf,
Bani Zuhrah, Bani Taim, Bani Makhzum dan Bani Asad, Allah
memerintahkan aku memberi peringatan kepada keluarga-keluargaku
terdekat. Baik untuk kehidupan dunia atau akhirat. Tak ada sesuatu
bahagian atau keuntungan yang dapat kuberikan kepada kamu, selain
mengatakan, "Tidak ada tuhan selain Allah."
Abu Lahab, pamannya sendiri, kemudian berdiri sambil berteriak, "Celaka kau hari ini! Untuk inikah kau kumpulkan kami?"
Rasulullah tak mampu berkata-kata. Dilihatnya pamannya itu. Tetapi kemudian sesudah itu datang wahyu Allah: "Celakalah
kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia. Tak ada gunanya kekayaan dan
usahanya itu. Api yang menjilat-jilat akan menggulungnya..." (QS Al-Masad: 1-4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar