Gangguan Terhadap Islam
Periode
yang dilalui Muhammad SAW ini adalah periode paling dahsyat yang pernah
dialami oleh sejarah umat manusia. Baik Muhammad atau mereka yang
menjadi pengikutnya, bukanlah orang-orang yang menuntut harta kekayaan,
kedudukan atau kekuasaan, melainkan orang-orang yang menuntut kebenaran.
Nabi
Muhammad adalah orang yang mengharapkan bimbingan bagi mereka yang
mengalami penderitaan, dan membebaskan mereka dari belenggu paganisme
yang rendah, yang menyusup ke dalam jiwa manusia sampai ke lembah
kehinaan yang sangat memalukan.
Demi tujuan rohani yang
luhur itulah, Rasulullah mengalami siksaan. Penyair-penyair memakinya,
orang-orang Quraisy berkomplot hendak membunuhnya di Ka'bah. Rumahnya
dilempari batu, keluarga dan pengikut-pengikutnya diancam. Namun itu
semua malah membuat beliau makin tabah dan gigih meneruskan dakwah.
Pada
suatu hari Abu Jahal bertemu dengan Muhammad SAW, ia mengganggunya,
memaki-makinya dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Namun
Rasulullah tidak melayaninya. Ditinggalkannya Abu Jahal tanpa sepatah
kata pun.
Hamzah, pamannya dan saudaranya sesusuan, yang
masih berpegang pada kepercayaan Quraisy, adalah seorang laki-laki
yang kuat dan ditakuti. Ia mempunyai kegemaran berburu. Bila ia
kembali dan berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah sebelum langsung
pulang ke rumahnya.
Hari itulah ia mengetahui bahwa
keponakannya mendapat gangguan Abu Jahal. Ia marah dan langsung pergi ke
Ka’bah dan menemui Abu Jahal. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya
lalu dipukulkannya keras-keras di kepala Abu Jahal. Beberapa orang dan
Bani Makhzum mencoba membela Abu Jahal. Namun tidak jadi. Mereka
khawatir akan timbul bencana yang membahayakan.
Setelah
itulah kemudian Hamzah menyatakan masuk Islam. Ia berjanji kepada
Muhammad akan membelanya dan akan berkorban di jalan Allah sampai akhir
hayatnya.
Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat
Muhammad dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu,
gangguan dan siksaan yang dialamatkan kepada mereka, tidak dapat
mengurangi iman mereka dan tidak dapat menghalangi mereka melakukan
kewajiban agama.
Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan
diri dari Muhammad, dengan cara seperti yang mereka bayangkan,
memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan
dakwah Islam, kemurnian esensi ajaran ruhaninya yang begitu
tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik.
Utbah
bin Rabiah, seorang bangsawan Arab terkemuka, mencoba membujuk
Quraisy ketika mereka bertemu dan mengatakan bahwa ia akan bicara
dengan Muhammad dan menawarkan hal-hal yang barangkali mau diterimanya.
Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.
Ketika
itulah Utbah bicara dengan Muhammad. "Anakku," katanya, "Seperti kau
ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami.
Engkau telah membawa soal besar ke tengah-tengah masyarakatmu, sehingga
mereka cerai-berai karenanya. Sekarang dengarkanlah, kami akan
menawarkan beberapa hal, kalau-kalau sebagian dapat kau terima. Kalau
dalam hal ini yang kau inginkan adalah harta, kami pun siap
mengumpulkan harta kami. Sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di
antara kami. Kalau kau menghendaki kedudukan, kami angkat engkau di
atas kami semua. Kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa
persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kau inginkan, kami nobatkan
kau sebagai raja kami."
Selesai ia bicara, Muhammad
membacakan Surah As-Sajdah. Utbah terdiam mendengarkan kata-kata yang
begitu indah itu. Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu
bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta,
kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan
orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan.
Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata
penuh mukjizat.
Selesai Muhammad SAW membacakan itu,
Utbah pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan
didengarnya itu sangat memesonakan dirinya. Ia terpesona karena
kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali. Penjelasan
Utbah ini tidak menyenangkan pihak Quraisy. Juga pendapatnya supaya
Muhammad dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka.
Gangguan
terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang
dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Rasulullah menyarankan
supaya mereka berpencar-pencar. Ketika mereka bertanya kepadanya
kemana mereka akan pergi, Rasulullah menasihati supaya mereka pergi
ke Habsyah (Abisinia/Ethiopia) yang rakyatnya menganut agama Kristen.
"Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya
di situ. Itu bumi jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita
semua," kata Rasulullah.
Sebagian kaum Muslimin lalu
berangkat ke Habsyah guna menghindari fitnah dan tetap mempertahankan
agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama
terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan
sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Makkah mencari perlindungan.
Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi, penguasa
Habsyah.
Ketika kemudian tersiar berita bahwa kaum
Muslimin di Makkah telah selamat dari gangguan Quraisy, mereka pun lalu
kembali pulang. Namun ternyata mereka mengalami kekerasan lagi dari
Quraisy, melebihi yang sudah-sudah. Mereka pun kembali lagi ke Habsyah.
Kali ini terdiri dari delapan puluh orang pria tanpa kaum istri
dan anak-anak. Mereka tinggal di Habsyah hingga Rasulullah hijrah ke
Yatsrib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar