NABI MUHAMMAD صلى الله عليه وسلم : HiStory (15)
Propaganda Quraisy
Tinggal
satu senjata lagi yang mereka gunakan, yaitu propaganda. Propaganda
melawan akidah dan ajaran Islam disertai tuduhan-tuduhan yang
dialamatkan kepada Rasulullah. Propaganda yang tidak hanya terbatas
pada Makkah saja, namun seluruh semenanjung jazirah serta semua
penduduknya. Dengan propaganda semacam itu, Quraisy dapat memerangi
Muhammad lagi dengan harapan akan lebih ampuh daripada gangguan dan
siksaan yang dialami pengikut-pengikutnya.
Namun kuatnya
kebenaran dalam bentuk yang jelas dan sederhana yang dilukiskan melalui
ucapan Rasulullah, lebih tinggi dari yang mereka katakan. Hari demi
hari, Islam makin tersebar di kalangan orang-orang Arab.
Tufail
bin Amr Ad-Dausi adalah seorang bangsawan dan penyair kenamaan. Ketika
tiba di Makkah, ia segera dihubungi oleh Quraisy dengan peringatan agar
berhati-hati terhadap Muhammad dan kata-katanya yang memesonakan. Mereka
khawatir jika peristiwa sebagaimana yang terjadi di Makkah akan
menimpanya juga. Jadi sebaiknya jangan mengajak dan jangan mendengarkan
Muhammad bicara.
Hari itu Tufail pergi ke Ka'bah. Kebetulan Nabi
Muhammad juga sedang ada di sana. Ketika ia mendengarkan kata-kata
Rasulullah, Tufail terpesona oleh kata-kata yang beliau ucapkan. "Biar
aku mati, aku seorang cendekiawan, penyair," katanya dalam hati. "Aku
dapat mengenal mana yang baik dan mana pula yang buruk. Apa salahnya
kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu. Jika
ternyata baik akan kuterima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Diikutinya
Rasulullah sampai di rumah. Lalu dikatakannya apa yang terlintas dalam
hatinya. Rasulullah menawarkan Islam kepadanya dan dibacakannya
ayat-ayat Al-Qur'an. Thufail langsung menerima Islam dan dinyatakannya
kebenaran itu dengan mengucapkan kalimat syahadat.
Berakhirnya Blokade
Selama
tiga tahun berturut-turut piagam yang dibuat pihak Quraisy untuk
memboikot Muhammad dan mengepung kaum Muslimin itu tetap berlaku. Pada
saat itu Rasulullah dan keluarga serta sahabat-sahabatnya sudah
mengungsi ke celah-celah gunung di luar kota Makkah, dengan mengalami
pelbagai macam penderitaan. Sehingga untuk mendapatkan bahan makanan
sekadar menahan rasa lapar pun tidak ada.
Rasulullah dan kaum
Muslimin tidak diberikan kesempatan bergaul dan bercakap-cakap dengan
orang lain, kecuali dalam bulan-bulan suci. Pada waktu itu orang-orang
Arab berdatangan ke Makkah berziarah, segala permusuhan dihentikan—tak
ada pembunuhan, tak ada penganiayaan, tak ada permusuhan, tak ada balas
dendam.
Pada bulan-bulan itu Rasulullah turun, mengajak
orang-orang Arab itu kepada agama Allah, diberitahukannya kepada mereka
arti pahala dan arti siksa. Segala penderitaan yang dialami Rasulullah
demi dakwah itu justru telah menjadi penolongnya.
Mereka yang
telah mendengar tentang itu lebih bersimpati kepadanya, lebih suka
mereka menerima ajakannya. Blokade yang dilakukan Quraisy kepadanya,
kesabaran dan ketabahan hatinya memikul semua itu demi risalahnya, telah
memikat hati orang banyak.
Hisyam bin Amr termasuk salah seorang
dari kalangan Quraisy yang paling simpati kepada Muslimin. Tengah malam
ia datang membawa unta yang dimuati makanan atau gandum. Ketika ia
sudah sampai di depan celah gunung itu, dilepaskannya tali untanya lalu
dipacunya supaya terus masuk ke tempat kaum Muslimin.
Merasa kesal
melihat Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dianiaya sedemikian rupa,
Hisyam pergi menemui Zuhair bin Abi Umayyah (Bani Makhzum). Ibu Zuhair
adalah Atika binti Abdul Muthalib (Bani Hasyim).
"Zuhair," kata
Hisyam, "Kau sudi menikmati makanan, pakaian dan wanita-wanita. Padahal
seperti kau ketahui, keluarga ibumu tidak boleh berhubungan dengan orang
lain, tidak boleh berjual-beli, tidak boleh saling mengawinkan. Aku
bersumpah, bahwa kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibu—keluarga
Abul Hakam bin Hisyam—lalu aku diajak seperti mengajak kau, tentu akan
kutolak."
Keduanya kemudian sepakat akan sama-sama
membatalkan piagam itu. Tapi meskipun begitu harus mendapat dukungan
juga dari yang lain, dan secara rahasia mereka harus diyakinkan.
Pendirian kedua orang itu kemudian disetujui oleh Mut'im bin Adi
(Naufal), Abu Al-Bakhtari bin Hisyam dan Zam'ah bin Al-Aswad (keduanya
Bani Asad). Mereka berlima lalu sepakat akan mengatasi persoalan piagam
itu dan akan membatalkannya.
Dengan tujuh kali mengelilingi Ka'bah
keesokannya pagi-pagi Zuhair bin Umayyah berseru kepada orang banyak,
"Hai penduduk Makkah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian
padahal Bani Hasyim binasa tidak dapat mengadakan hubungan dagang. Demi
Allah, aku tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"
Abu Jahal, begitu mendengar ucapan itu, langsung berteriak, "Bohong! Tidak akan kita robek!"
Saat
itu juga terdengar suara-suara Zam'ah, Abu Al-Bakhtari, Mut'im dan Amr
bin Hisyam mendustakan Abu Jahal dan mendukung Zuhair.
Abu Jahal
segera menyadari bahwa peristiwa ini akan terselesaikan juga malam itu
dan orang pun sudah menyetujui. Kalau dia menentang mereka, tentu akan
timbul bencana. Merasa khawatir, ia lalu cepat-cepat pergi.
Ketika
Mut'im bersiap akan merobek piagam tersebut, dilihatnya sudah mulai
dimakan rayap, kecuali pada bagian pembukaannya yang berbunyi: "Atas
nama-Mu ya Allah..."
Dengan demikian terdapat kesempatan bagi
Rasulullah dan sahabat-sahabat untuk pergi meninggalkan celah bukit yang
curam itu dan kembali ke Makkah. Kesempatan berjual-beli dengan Quraisy
juga terbuka. Sekalipun demikian, hubungan antara keduanya masih
seperti dulu; masing-masing siap-siaga bila permusuhan itu sewaktu-waktu
memuncak lagi.
Setelah piagam disobek, Rasulullah dan
pengikut-pengikutnya pun turun gunung. Seruannya dikumandangkan lagi
kepada penduduk Makkah dan kepada kabilah-kabilah yang pada bulan-bulan
suci itu datang berziarah ke Makkah.
Meskipun ajakan Rasulullah
sudah tersiar ke seluruh kabilah Arab di samping banyaknya mereka yang
sudah menjadi pengikutnya, namun para sahabatnya masih tidak selamat
dari siksaan Quraisy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar