Mu’jizat Isra’ dan Mi’raj
Malam itu Rasulullah sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun, putri Abu Thalib yang dipanggil Ummu Hani'.
Ketika
itu Hindun berkata, "Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya.
Selesai shalat akhir malam, ia tidur dan kami pun tidur. Pada waktu
sebelum fajar, Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan
ibadah pagi bersama-sama kami, ia berkata, 'Ummu Hani', aku sudah
shalat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kau lihat di
lembah ini. Kemudian aku ke Baitul Maqdis (Yerusalem) dan shalat di
sana. Sekarang aku shalat siang bersama-sama kamu seperti kau lihat.'
Kataku, 'Rasulullah, janganlah ceritakan hal ini kepada orang lain.
Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!' Rasulullah menjawab,
'Tapi aku harus menceritakan kepada mereka."
Isra’
ialah perjalanan Rasulullah dari Masjidil al-Haram di Mekkah ke
Masjidil al-Aqsha di al-Quds. Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah menembus
beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat
dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia dan jin. Semua itu
ditempuh dalam sehari semalam.
Kisah perjalanan ini disebutkan
oleh Bukhari dan Muslim secara shahihnya. Disebutkan bahwa dalam
perjalanan ini Rasulullah menunggang Buroq yakni satu jenis binatang
yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta.
Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan
pula bahwa Rasulullah memasuki Masjidil al-Aqsha lalu shalat dua raka’at
di dalamnya. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa segelas
khamar dan segelas susu. Lalu Rasulullah memilih susu. Setelah itu
Jibril berkomentar, “Engkau telah memilih fitrah.“ Dalam perjalanan ini
Rasulullah naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai
ke Sidratul-Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa
yang telah diwahyukan di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum
Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.
Pada pagi harinya di malam Isra’ itu Jibril datang kepada Rasulullah
mengajarkan cara shalat dan menjelaskan waktu-waktunya.
Setelah Peristiwa Isra’ dan Mi’raj
Rasulullah
menyampaikan apa yang disaksikan kepada penduduk Mekkah. Tetapi oleh
kaum musyrik berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian
mereka menantang Rasulullah untuk menggambarkan Baitul -Maqdis, jika
benar ia telah pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika
menziarahinya, tidak pernah terlintas dalam pikiran Rasulullah untuk
menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya. Kemudian Allah SWT
memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul-maqdis di hadapan Rasulullah
sehingga dengan mudah beliau menjelaskannya secara rinci.
Orang
yang mengatakan bahwa Isra' dan Mi’raj Rasulullah dengan ruh itu
berpegang pada keterangan Ummu Hani' ini, dan juga kepada yang pernah
dikatakan oleh Aisyah, "Jasad Rasulullah tidak hilang, tetapi Allah
menjadikan Isra' itu dengan ruhnya."
Juga Muawiyah bin Abi Sufyan
ketika ditanya tentang Isra' Rasul mengatakan, itu adalah mimpi yang
benar dari Tuhan. Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa Isra' dari
Makkah ke Baitul Maqdis itu dengan jasad, landasannya adalah apa yang
pernah dikatakan oleh Rasulullah, bahwa dalam Isra' itu beliau berada
di pedalaman. Sedang Mikraj ke langit adalah dengan ruh. Di samping
mereka itu, ada lagi pendapat bahwa Isra' dan Mikraj itu keduanya
dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini banyak terjadi di
kalangan ahli-ahli ilmu kalam dan ribuan pula tulisan-tulisan yang sudah
dikemukakan orang.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
"Ketika
kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr (Isma’il), lalu Allah
memperlihatkan Baitul-Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada
mereka tentang tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat."
Jadi
barangsiapa yang mau menyatakan pendapatnya, bahwa Isra' dan Mikraj itu
keduanya dengan ruh, maka dasarnya adalah seperti yang sudah
berulang-ulang pula disebutkan dalam Al-Qur'an dan diucapkan Rasulullah.
"...Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: 'Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
Yang Esa." (QS Al-Kahfi: 110).
Orang-orang Arab penduduk
Makkah tidak dapat memahami semua pengertian ini. Itulah pula sebabnya,
tatkala soal Isra' itu disampaikan oleh Rasulullah kepada mereka,
mereka pun menanggapinya dengan beragam. Apa yang dikatakannya itu
kemudian menimbulkan kesangsian juga pada beberapa orang pengikutnya.
Mereka yang tadinya sudah percaya, berbalik arah.
Menurut mereka,
masalah ini sudah jelas. Perjalanan kafilah yang terus-menerus pun
antara Makkah-Syam memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana
mungkin Muhammad hanya satu malam saja pergi-pulang ke Makkah? Tidak
sedikit mereka yang sudah Islam itu kemudian berbalik murtad.
Abu Bakar dan Julukan Ash-Shiddiq
Berita
Isra' dan Mi’raj Rasulullah ini oleh sebagian kaum musyrik disampaikan
kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya.
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar.
"Sungguh, dia di masjid sedang bicara dengan orang banyak," kata mereka.
"Dan
kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi, "Tentu dia bicara
yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan,
dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih
lagi dari yang kamu herankan."
Abu Bakar lalu mendatangi
Rasulullah dan mendengarkan beliau melukiskan Baitul Maqdis. Abu Bakar
sudah pernah berkunjung ke kota itu. Setelah Rasulullah selesai
melukiskan keadaan masjidnya, Abu Bakar berkata tegas, "Rasulullah, saya
percaya!"
Sejak itu Rasulullah memanggil Abu Bakar dengan "Ash-Shiddiq".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar