Rasulullah di bumi Yatsrib
Hari
itu adalah hari Jumat, dan Rasulullah memimpin shalat Jumat.
Orang-orang terkemuka di Yatsrib kemudian menawarkan diri agar beliau
tinggal pada mereka. Namun Rasulullah menolak seraya meminta maaf kepada
mereka. Beliau kembali naik ke atas untanya lalu berjalan-jalan di
Yatsrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dengan
penuh suka cita.
Seluruh penduduk Yatsrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan
adanya
hidup baru yang semarak di kota mereka, menyaksikan kehadiran seorang
pendatang baru—orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj.
Rasulullah
SAW membiarkan untanya berjalan. Sesampainya di sebuah tempat
penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Bani Najjar, unta
itu berhenti. Beliau turun dari untanya dan bertanya, "Kepunyaan
siapakah tempat ini?"
"Kepunyaan Sahl dan Suhail bin Amr," jawab Ma'adh bin Afra'.
Ma'adh
adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut
dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Ia juga meminta kepada Nabi
SAW supaya di tempat itu didirikan masjid.
Rasulullah mengabulkan permintaan tersebut. Selain dibangun masjid, di tempat itu pula dibangun tempat tinggal Rasul.
Unta
yang dinaiki Rasulullah berlutut di tempat penjemuran kurma milik Sahl
dan Suhail bin Amr. Kemudian tempat itu dibelinya guna dipakai tempat
membangun masjid. Ketika membangun masjid tersebut, Rasulullah turut
bekerja dengan kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Setelah
pembangunan masjid dan tempat tinggal Rasulullah usai, kini tantangan
dakwah menghadang di depan.
Di sinilah fase baru dalam hidup
Rasulullah dimulai, suatu fase politik yang telah diperlihatkan olehnya
dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat
orang jadi termangu, lalu menundukkan kepala sebagai tanda hormat dan
rasa kagum.
Rasulullah mempersaudarakan kaum Muslimin.
Beliau sendiri bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib. Hamzah, pamannya,
bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan
Kharijah bin Zaid. Umar bin Al-Khathab bersaudara dengan Itban bin Malik
Al-Khazraji. Demikian pula setiap orang dari kalangan Muhajirin yang
kini sudah banyak jumlahnya di Yatsrib, dipersaudarakan pula dengan
setiap orang dari pihak Anshar. Dengan persaudaraan demikian, kekuatan
kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.
Dengan adanya persatuan kaum
Muslimin dengan cara persaudaraan itu, Rasulullah merasa lebih
tenteram. Sudah tentu ini merupakan suatu langkah politik yang bijaksana
sekali dan sekaligus menunjukkan adanya suatu perhitungan yang tepat
serta pandangan jauh.
Rasulullah kemudian membuat perjanjian
tertulis antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi.
Perjanjian ini—disebut Piagam Madinah—berisi pengakuan atas agama
mereka dan harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik.
Piagam Madinah
Antara
kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi, Muhammad membuat
suatu perjanjian tertulis yang berisi pengakuan atas agama mereka dan
harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik, antara lain (yang
penting) adalah sebagai berikut:
“Bahwa orang-orang
yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang menanggung beban
hidup dan hutang yang berat diantara sesama mereka. Mereka harus dibantu
dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar
diat.
”Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya.
”Bahwa
orang-orang yang beriman dan bertakwa harus melawan orang yang
melakukan kejahatan diantara mereka sendiri, atau orang yang suka
melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan
diantara orang-orang beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama
melawannya walaupun terhadap anak sendiri.
”Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh sesama mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.
”Bahwa
barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia berhak
mendapat pertolongan dan persamaan; tidak menganiaya atau melawan mereka
”Bahwa persetujuan damai orang-orang
beriman itu satu; tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian
sendiri denganmeninggalkan mukmin lainnya dalam keadaan perang di jalan
Allah. Mereka harus sama dan adil adanya.
”Bahwa setiap orang yang berperang bersama kami, satu sama lain harus saling bergiliran.
“Bahwa
barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak bersalah dengan cukup
bukti maka ia harus mendapat balasan yang setimpal kecuali bila keluarga
si terbunuh sukarela (menerima tebusan).
”Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan belanja bersama-sama orang-orang beriman selama mereka masih dalam keadaan perang.
”Bahwa
orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri dan
kaum Musliminpun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula.
Antara mereka harus ada tolong menolong dalam menghadapi orang yang
hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
“Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.
”Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.
”Bahwa
antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau menyerang
Yathrib ini. Tetapi apabila telah diajak berdamai maka sambutlah ajakan
perdamaian itu.
”Bahwa apabila mereka
diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman wajib menyambutnya,
kecuali kepada orang yang memerangi agama. Bagi setiap orang, dari
pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
Demikianlah,
seluruh kota Yatsrib (Madinah) dan sekitarnya telah benar-benar jadi
terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka berkewajiban mempertahankan kota
ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus
bekerja sama antara sesama mereka guna menghormati segala hak dan segala
macam kebebasan yang sudah disetujui bersama dalam dokumen ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar