SICILIA di ITALIA, KOTA DENGAN 300 MASJID
”Kota
dengan 300 masjid.” Begitulah penjelajah Arab terkemuka, Ibnu Hawqal
menggambarkan suasana Palermo, ibu kota Sicilia yang berada di wilayah
Italia selatan pada tahun 972 M. Dalam catatan perjalanannya, Al-Masalik
wal Mamlik, Ibnu Hawqal mengaku tak pernah menemukan sebuah kota dengan
jumlah masjid sebanyak itu, sekalipun luasnya dua kali lebih besar dari
Palermo.
Pada saat yang sama, pelancong Muslim kondang
itu juga menyaksikan kehebatan University of Balerm – sebuah perguruan
tinggi Islam terkemuka di kota Palermo, Sicilia. Hampir selama tiga abad
lamanya, umat Muslim di era keemasan berhasil mengibarkan bendera
kejayaan dengan peradabannya yang terbilang sangat tinggi di wilayah
otonomi Sicilia.
Dari wilayah itulah, ilmu pengetahuan
yang dikuasai umat Islam ditransfer ke peradaban Barat. Pengaruh Islam
begitu besar dalam peradaban masyarakat Sicilia. Selama tiga abad berada
dalam kekuasaan Islam, kawasan Sicilia pun berkembang menjadi pusat
peradaban dan perniagaan. Sicilia pun sempat menjadi salah satu wilayah
primadona di benua Eropa. Islam bersemi di Sicilia sejak 15 Juli 827 M.
Ketika itu, pasukan tentara Dinasti Aghlabid di bawah kekuasaan Ziyadat
Allah I berhasil menaklukan dari kekuasaan Bizantium. Dinasti Aghlabid
merupakan sebuah kekhalifahan Muslim Arab yang menguasai Ifriqiyah
meliputi Aljazair, Tunisia dan Tripoli.
Dinasti yang
berkuasa dari tahun 800 M hingga 909 M itu berpusat di Tunisia.
Diperkuat 10 ribu pasukan infanteri, 700 pasukan berkuda serta 100
armada kapal, pasukan Muslim di bawah komando Asad Ibnu Al-Furat (70
tahun) berhasil mengkandaskan kekuatan Bizantium dalam pertempuran di
dekat Mazara. Serangkaian pertempuran demi pertempuran dilalui pasukan
Dinasti Aghlabid hingga akhirnya satu per satu kota di Sicilia
sepenuhnya berhasil dikuasai umat Islam.
Secara resmi,
kota Palermo ditaklukan umat Islam pada tahun 831 M. Sedangkan, Messina
dikuasai pasukan Muslim 12 tahun berikutnya. Sejak wilayah Enna berhasil
direbut dari Bizantium pada 859 M, provinsi Sicilia sepenuhnya berada
dalam genggaman umat Islam. Di bawah kekuasaan umat Islam, Sicilia
menjadi provinsi yang multietnis.
Beragam suku dan etnis,
seperti orang Sicilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar, Negro
berbaur dalam toleransi dan keharmonisan. Tak ada pembantaian terhadap
penduduk yang beragama Nasrani. Penduduk Sicilia yang beragama Nasrani
dilindungi dan dihormati kebebasannya dalam menjalankan aktivitas
peribadatan.
Penguasa Muslim hanya membebankan pajak
kepada penganut agama Nasrani. Hak milik dan usaha mereka dilindungi
penguasa Muslim. Pun demikian terhadap warga Yahudi yang berada di
kawasan kota pantai. Penguasa Muslim menghormati hak hidup dan
melindungi kebebasan umat beragama lain dalam menjalankan ibadah.
Sejak
berada dalam kekuasaan Islam, Sicilia menjelma menjadi salah satu pusat
peradaban di Eropa, setelah Kordova. Bangunan masjid yang tersebar di
seluruh kawasan Sicilia tak hanya menjadi tempat beribadah semata.
Masjid-masjid itu juga berfungsi sebagai sekolah — tempat bersemainya
benih peradaban dan ilmu pengetahuan.
Di bawah kekuasaan
Islam, Sicilia memiliki universitas Islam terkemuka. Sekolah-sekolah di
wilayah itu dilengkapi dengan asrama siswa dan mahasiswa. Tak heran,
bila begitu banyak remaja dan anak muda dari berbagai penjuru Eropa
menimba ilmu di sekolah dan universitas Islam di Sicilia.
Penjelajah
Muslim, Ibnu Jubair, memberi sebuah kesaksian tentang kemajuan yang
berhasil dicapai penguasa Muslim di Sicilia. Dalam buku perjalanannya,
Ibnu Jubair, melukiskan kemajuan pesat yang dicapai Palermo, ibu kota
Sicilia. ”Palermo adalah sebuah kepulauan metropolis yang
mengkombinasikan kekayaan dan kemuliaan. Sebuah kota kuno yang elegan,”
papar Ibnu Jubair.
Bahasa Arab pun menjadi bahasa
pengantar masyarakat Sicilia. Ibnu Jubair menyaksikan wanita dan pria
Kristen pun sehari-hari berbicara dengan bahasa Arab. Kehadiran Islam di
Sicilia seakan menjadi berkah bagi masyarakatnya. Perekonomian Sicilia
menggeliat setelah berada dalam kekuasaan umat Islam. Industri tekstil
tumbuh pesat di era kejayaan Islam di salah satu wilayah otonomi negeri
Spagheti itu.
Industri kerajinan pun tumbuh dan berkembang
pada saat itu. Kehadiran Islam di tanah Sicilia juga memberi pengaruh
yang besar terhadap bidang pertanian. Para petani dan sarjana Muslim
memperkenalkan teknik-teknik baru pertanian serta benih tanaman yang
unggul. Akibatnya, roda perekonomian ekonomi lokal bergerak begitu
cepat.
Buah jeruk merupakan komoditas agrobisnis terkemuka
yang dihasilkan para petani Sicilia. Penguasa Islam juga memperkenalkan
dan mengembangkan saluran irigasi di wilayah itu. Teknologi pertanian
yang diwariskan umat Islam itu tetap digunakan masyarakat Sicilia,
sekalipun umat Islam tak lagi berkuasa di wilayah itu.
Periode
kekuasaan Islam di Sicila merupakan tahap awal revolusi perdagangan di
abad pertengahan. Pada era itulah masyarakat Sicila merasakan kemakmuran
dalam pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Akhir abad ke-10 M,
sejarawan bernama Udovitch menjelaskan betapa Sicilia telah menjelma
menjadi pusat perdagangan di dunia Mediterania. Kawasan itu bersama
Tunisia menjadi persimpangan rute perdagangan.
Kafilah
dari Sijlimasa, selatan Maroko membawa beragam komoditas dari Afrika dan
Maroko untuk dijual ke palermo dan Mazara. Sicilia menjadi jembatan
perdagangan antara Muslim di Timur dengan Muslim di Barat. Akhir abad
ke-10, Sicila menjadi produsen utama kain sutera. Pada era itu, Sicila
sudah mulai menggunakan koin emas atau ruba’ya yang benilai seperempat
dinar. Mata uang itu sungguh bernilai di kota-kota perdagangan lain
seperti Mesir, Suriah dan Palestina.
Sayangnya, kekuasaan
umat Islam di Sicilia harus berakhir pada tahun 1061 M. Kekuatan umat
Islam yang lemah dimanfaatkan bangsa Normandia. Sejak itu, dominasi
Islam pun lenyap dari bumi Sicila. Meski begitu pengaruh dan peradaban
yang diwariskannya masih tetap dapat disaksikan hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar