Kemenangan Perang Badar
Orang-orang
musyrik dan orang-orang Yahudi merasa terpukul sekali dengan berita
kemenangan Perang Badar oleh pihak muslim. Mereka berusaha meyakinkan
diri sendiri dan meyakinkan orang-orang Islam yang tinggal di Madinah,
bahwa berita itu tidak benar. Namun ternyata Rasulullah yang menang,
mereka merasa sangat terkejut.
Posisi mereka terhadap
Muslimin jadi lebih rendah dan hina sekali, sampai-sampai ada salah
seorang pembesar Yahudi yang berkata, "Bagi kita sekarang lebih baik
berkalang tanah daripada tinggal di atas bumi ini sesudah kaum
bangsawan, pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka Arab serta penduduk tanah
suci itu mendapat bencana."
Kaum Muslimin memasuki
Madinah sehari sebelum tawanan-tawanan perang sampai. Sesudah itu
Rasulullah kemudian memisah-misahkan para tawanan itu di antara
sahabat-sahabatnya, sambil berpesan, "Perlakukanlah mereka
sebaik-baiknya!"
Masalah ini menjadi pikiran Rasulullah, apa yang
harus dilakukannya terhadap mereka itu. Dibunuh saja atau harus meminta
tebusan dari mereka? Mereka itu orang-orang yang keras dalam perang,
orang yang kuat bertempur. Hati mereka penuh rasa dengki dan dendam
setelah mengalami kehancuran di Badar, dan membawa aib sebagai tawanan
perang.
Apabila menerima tebusan, ini berarti mereka akan
berkomplot dan akan kembali memeranginya lagi. Kalau dibunuh, akan
menimbulkan sesuatu dalam hati keluarga-keluarga Quraisy, yang bila
dapat ditebus barangkali akan jadi tenang.
Rasulullah menyerahkan
masalah ini ke tangan para sahabat dan kaum Muslimin. Diajaknya mereka
bermusyawarah dan pilihan terserah kepada mereka. Kalangan Muslimin
sendiri melihat tawanan-tawanan ini ternyata masih ingin hidup dan akan
bersedia membayar tebusan dengan harga tinggi.
Setelah berunding, akhirnya diputuskan bahwa para tawanan dapat ditebus. Setelah itu turunlah firman Allah: "Tidak
patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Anfaal: 67).
Tindakan
kaum Muslimin terhadap tawanan-tawanan Perang Badar adalah suatu
teladan yang baik dan penuh kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang
terjadi dalam beberapa revolusi yang oleh pencetusnya diagungkan dengan
istilah keadilan dan kasih-sayang. Dan ini pun merupakan satu bagian
saja di samping penyembelihan-penyembelihan yang banyak terjadi atas
nama Kristus, seperti penyembelihan Saint Bartholomew (Saint
Barthelemy)—suatu peristiwa penyembelihan yang dianggap aib besar dalam
sejarah Kristen, di mana orang-orang Katholik di Paris membantai
orang-orang Protestan.
Sementara orang-orang Islam sedang
bersukaria karena dengan anugerah Allah mereka mendapat kemenangan
berikut harta rampasan, Haisuman bin Abdullah Al-Khuza'i dengan
tergesa-gesa berangkat menuju Makkah. Dia menjadi orang yang pertama
masuk Makkah dan memberitahukan penduduk mengenai hancurnya pasukan
Quraisy serta bencana yang telah menimpa pembesar, pemimpin dan
bangsawan mereka.
Setelah mendengar berita tersebut, Abu
Lahab jatuh sakit, dan tujuh hari kemudian ia pun meninggal. Sekarang
orang-orang mengadakan perundingan, apa yang harus mereka lakukan.
Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita atas
kematian mereka, sebab apabila nanti ini terdengar oleh Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Mereka juga tidak akan mengrim
orang untuk menebus para tawanan agar Muhammad dan sahabat-sahabatnya
tidak meminta tebusan yang terlampau tinggi.
Walau
demikian, setelah beberapa lama, akhirnya Quraiys datang juga menebus
para tawanan. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara 1.000-4.000 dirham
untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa, dengan kemurahan
hatinya Rasulullah SAW membebaskan mereka.
Rasanya tidak
ringan nasib yang menimpa Quraisy. Walau begitu, mereka tidak mau
menghentikan permusuhan terhadap Rasulullah atau melupakan kekalahan
yang mereka alami.
Pasca Perang Badar
Peristiwa
Badar itu telah menimbulkan kesan yang dalam sekali di Makkah. Namun
pengaruh yang timbul di Madinah ternyata lebih jelas dan lebih erat
berhubungan dengan kehidupan Rasulullah dan kaum Muslimin. Sesudah
peristiwa Badar, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum munafik
sangat merasakan bertambahnya kekuatan kaum Muslimin.
Sejak
sebelum Perang Badar, orang-orang Yahudi sudah mulai menggerutu dan
mengadakan bentrokan-bentrokan dengan pihak Muslimin. Beberapa peristiwa
tidak sampai meletus hanya karena masih adanya perjanjian perdamaian
antara kedua belah pihak. Itu pula sebabnya, begitu kaum Muslimin
kembali dari Badar membawa kemenangan, beberapa kelompok di sekitar
Madinah mulai saling bermain mata dan berkomplot.
Dengan
demikian, gelanggang revolusi kini pindah dari Makkah ke Madinah, dan
dari masalah agama ke masalah politik. Yang diperangi sekarang bukan
hanya dakwah Rasulullah dalam bidang agama saja, melainkan kewibawaan
dan pengaruhnya juga. Faktor ini yang menyebabkan mereka berkomplot dan
berkonspirasi untuk membunuhnya.
Tetapi semua
rahasia itu bukan tidak diketahui oleh Rasulullah. Bahkan beliau sudah
mengetahui semua berita dan setiap rencana yang ditujukan kepadanya.
Pihak Muslimin ataupun pihak Yahudi, dari hari ke hari, sedikit demi
sedikit hati mereka sarat dengan kebencian. Satu sama lain tinggal
menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawan.
Sejak
sebelum mendapat kemenangan di Badar, kaum Muslimin masih merasa takut
kepada penduduk Madinah. Dan belum berani mengadakan serangan balasan
apabila ada seorang Muslim yang diserang. Namun kini situasinya
berbalik. Hal ini membuat pihak Yahudi bertambah cemas. Mereka merasa
dengan nasibnya. Walau demikian, mereka tidak juga mau berhenti mengecam
Rasulullah dan kaum Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar