Muhammad Al Amin
Dari
pernikahannya dengan Khadijah, ia memperoleh beberapa orang anak,
laki-laki dan perempuan. Kematian kedua anaknya, Al-Qasim dan
Abdullah menimbulkan kedukaan yang begitu dalam. Anak-anaknya yang masih
hidup semua perempuan.
Muhammad yang telah mendapat karunia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, berada dalam kedudukan
tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya
dengan rasa kagum dan hormat. Bicaranya sedikit, ia lebih banyak
mendengarkan. Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun
begitu, ia tidak melupakan ikut membuat humor dan bersenda-gurau. Tapi
yang dikatakannya itu selalu yang sebenarnya.
Kadang
ia tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah
sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak
sedikit berkeringat. Ia bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia
juga berkemauan keras, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam mencapai
tujuannya.
Sifat-sifat yang demikian berpadu dalam dirinya dan
meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul
dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan
timbul rasa hormat, dan bagi orang yang bergaul dengan dia akan timbul
rasa cinta kepadanya.
Pergaulan Muhammad dengan penduduk Makkah
tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat
hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir
menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk.
Sudut-sudut
Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian. Tiap kabilah mendapat
satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak
melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu, khawatir akan
mendapat bencana. Kemudian Walid bin Mughirah tampil ke depan dengan
sedikit takut-takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai
merombak bagian sudut selatan.
Orang-orang kemudian
menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap Al-Walid.
Namun ternyata sampai pagi tak terjadi apa-apa, mereka pun ramai-ramai
merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut
pula membawa batu itu.
Tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang
disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah
perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat
kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya
perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara karenanya.
Abu
Umayyah bin Mughirah dari Banu Makhzum, adalah orang yang tertua di
antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan
demikian, ia berkata, "Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang
pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat
Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru, "Ini
Al-Amin, kami dapat menerima keputusannya."
Lalu mereka
menceritakan peristiwa itu kepadanya. Muhammad mendengarkan dan
melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan. Ia berpikir
sebentar, lalu berkata, "Kemarikan sehelai kain!"
Setelah kain
dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya
dengan tangannya sendiri, kemudian berkata, "Hendaknya setiap ketua
kabilah memegang ujung kain ini."
Mereka bersama-sama membawa
kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad
mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan
demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.
Selama
bertahun-tahun Muhammad tetap bersama-sama penduduk Makkah dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia menemukan dalam diri Khadijah
teladan wanita terbaik; dan telah melahirkan anak-anak seperti: Al-Qasim
dan Abdullah, serta puteri-puteri seperti Zainab, Ruqayyah, Ummu
Kultsum dan Fatimah.
Tentang Qasim dan Abdullah tidak banyak yang
diketahui, kecuali disebutkan bahwa mereka mati kecil pada zaman
Jahiliyah dan tidak meninggalkan sesuatu yang patut dicatat. Muhammad
juga merasa sangat sedih ketika kemudian anaknya, Ibrahim, meninggal
pula.
Ketika Zaid bin Haritsah didatangkan, dimintanya kepada
Khadijah supaya dibelinya kemudian dimerdekakannya. Waktu itu orang
menyebutnya Zaid bin Muhammad. Keadaan ini tetap demikian hingga
akhirnya ia menjadi pengikut dan sahabatnya yang terpilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar